ANALISIS
HUBUNGAN FENOMENA BAHASA ALAY DENGAN GANGGUAN PSIKOGENIK: BERBICARA MANJA
Winda
Trisnawati, S.Pd.
Program Studi Lingustik Kebudayaan
Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang
Pengantar
Fenomena bahasa alay
menjadi trend sekarang ini, terutama
di kalangan remaja. Bahasa itu menjadi daya tarik tersendiri di dunia
pergaulan. Kemunculan bahasa alay berkembang sejak masuknya teknologi layanan
pesan singkat atau SMS. Keterbatasan karakter pada fitur handphone membuat mereka harus mencari cara untuk menyingkat isi
SMS. Sekarang ini, bahasa alay bukan hanya berupa pesan singkat atau SMS tapi
berkembang menjadi bahasa pergaulan yang digunakan para remaja dalam bertutur
dengan teman-temannya. Bahasa alay itu cenderung terdengar seperti bahasa anak
kecil yang tidak dapat menyebutkan fonem [s],[r], dan masih banyak lagi tuturan
yang dibuat menjadi simple. Jika
melihat dari fenomena tersebut, fenomena itu termasuk dalam kriteria
orang-orang yang mengalami gangguan psikogenik, tepatnya berbicara manja. Oleh
karena itu, tulisan ini akan menganalisis hubungan fenomena bahasa alay dengan gangguan
psikogenik khususnya berbicara manja. Hal-hal yang penting dibahas dalam
menganalisis hubungan fenomena bahasa alay dengan gangguan psikogenik, berbicara manja, adalah
sebagai berikut: fenomena bahasa alay; gangguan psikogenik (berbicara manja);
dan analisis gangguan psikogenik, berbicara manja pada fenomena bahasa alay.
Hubungan
Fenomena Bahasa Alay dengan Gangguan Psikogenik: Berbicara Manja
Fenomena
Bahasa Alay
Bahasa alay adalah
bahasa yang sering digunakan oleh sekumpulan anak remaja yang biasa di sebut
anak alay. Kata “alay” sendiri di sini berarti “anak lebay” atau “anak-anak
yang berlebihan” baik dalam segi bergaya, berpakaian, sampai bahasa pun mereka
menggunakan bahasa-bahasa yang nyentrik dan unik. Itu semua dilakukan
semata-mata hanya untuk meminta pengakuan eksistensi dari orang-orang sekitar
bahwa mereka ada dan mereka bisa menjadi fenomena. Terbukti sekarang ini,
bahasa alay memang telah menjadi fenomena tersendiri, kali ini penggunanya
bukan hanya anak remaja dan kalangan anak alay saja tapi sudah merebak ke
segala umur.
Di kutip dari artikel
Solo pos (2012), ciri-ciri bahasa alay:
1. Menggunakan kombinasi huruf besar –
huruf kecil.
2. Mengganti huruf dengan angka tertentu.
3. Memangkas huruf vokal serta spasi.
4. Berbicara seolah-olah balita dengan
susunan huruf yang rumit.
Alay memiliki stereotipe tentang gaya hidup kampungan
atau norak. Istilah alay sendiri menggambarkan kondisi remaja yang tidak memiliki
arah tujuan yang jelas dan masih labil. Fenomena alay saat ini telah menyebar
ke lapisan remaja Indonesia. Banyak yang akhirnya menggunakan bahasa alay dalam
komunikasi lisan dan tulisan. Bahasa alay tersebut dapat terlihat pada gambar
berikut.
Gangguan
Psikogenik
Gangguan
psikogenik termasuk dalam gangguan berbahasa, tepatnya gangguan berbicara.
Chaer (2003:152) mengatakan gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak
bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara, mungkin lebih tepat disebut sebagai
variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari
gangguan di bidang mental.
Beberapa
bentuk variasi berbicara psikogenik ini antara lain adalah (Sastra,2011:155):
- Berbicara
manja.
- Berbicara
kemayu.
- Berbicara
gagap.
- Berbicara
latah.
Fokus penulisan ini
adalah gangguan psikogenik pada berbicara manja. Anak yang berbicara manja ada kesan untuk
meminta perhatian dan dimanja. Gejala ini juga terjadi pada orang tua pikun
atau jompo (biasanya wanita). Dikutip dari Chaer (2003:152-153), contoh kasus
berbicara manja seperti anak-anak yang baru terjatuh atau terluka, terdengar
adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fonem atau bunyi [s] dilafalkan
sebagai bunyi [c] sehingga kalimat “Saya sakit,jadi tidak suka makan, sudah
saja, ya” akan diucapkan menjadi “caya cakit, jadi tidak cuka makan, udah caja,
ya”. Dengan berbicara demikian dia mengungkapkan keinginanya untuk dimanja.
Gejala ini memberikan kesan bahwa struktur bahasa memiliki substrat serebral.
Analisis
Hubungan Fenemona Bahasa Alay dengan Gangguan Psikogenik: Berbicara Manja
Bahasa alay yang
dianalisis, dikutip dari kamus “ciyus miapah” berikut:
- Serius sirus ciyus
Di
sini terjadi dua proses dalam analisis, yang pertama terjadi perubahan
kuantitas dari “serius” menjadi “sirus”
fonem [e] berubah menjadi segmen [i] dan segmen [i] hilang setelah
segmen [r]. yang kedua, terjadi palatalisasi; fonem [s] berubah menjadi fonem [c]
dan fonem [r] berubah menjadi fonem [y].
- Demi apa miapah
Di
sini terjadi perubahan kuantitas dalam dua kata. Silabel pertama pada kata
pertama yaitu [de-] hilang dan kemudian menggabungkan silabel terakhir kata
pertama dengan kata kedua menjadi “miapa” setelah itu ditambah fonem [h] di
akhir kata sehingga menjadi “miapah”.
- Sungguh cungguh
Di
sini terjadi palatalisasi, yaitu fonem [s] di awal kata berubah menjadi fonem [c].
- Bingung binun
Di
sini fonem [ŋ] berubah menjadi fonem [n].
- Aku akooh
Di
sini fonem [u] berubah secara kuantitas dan diganti dengan dua fonem [o]
menjadi [oo] dan di akhir kata ditambah dengan fonem [h].
- Semangat cemungudh
Di
sini fonem [a] berubah menjadi fonem [u] dan fonem [t] berubah menjadi [dh]
atau bisa juga disebut asimilasi berdekatan.
- Good news gud nyus
Di
sini terjadi perubahan yang sesuai dengan pengucapannya.
- Masak masya
Di
sini, segmen s berubah menjadi sy atau ini bisa juga disebut palatalization.
- Rahasia lahacia
Di
sini terjadi perubahan fonem [r] menjadi fonem [l] dan fonem [s] berubah
menjadi fonem [c].
- Ah masak amaca
Di
sini, fonem [h] menjadi hilang; fonem [s] berubah menjadi fonem [c]; dan fonem [k]
di akhir kata menjadi hilang.
- Kirim kiyim
Di
sini terjadi perubahan fonem [r] menjadi fonem [y].
Analisis di atas dapat disimpulkan
bahwa banyak terjadi perubahan dalam bahasa alay.
Perubahan-perubahannya adalah sebagai berikut: fonem [s] bisa berubah menjadi fonem [c]
dan [š] atau disebut juga dengan
proses palatalisasi; fonem [r] berubah menjadi fonem [y] dan [l]; fonem [ŋ] berubah
menjadi fonem [n] dalam kata
“bingung”; bunyi vokal di akhir kata sering ditambahkan dengan fonem [h]; di kata “semangat” fonem [a] berubah menjadi fonem [u] dan fonem [t] berubah menjadi fonem [d]
atau bisa juga disebut asimilasi berdekatan; segmen [k] di akhir kata menjadi hilang. Dalam bahasa alay ini juga sering
terjadi perubahan kuantitas, contohnya: dalam satu kata, “serius” menjadi
“ciyus”; dalam dua kata, “demi apa” menjadi “miapah”.
Berdasarkan kesimpulan analisis di
atas menyatakan bahwa bahasa alay
tidak memiliki keberaturan. Tidak ada aturan yang pasti didapatkan dari data di
atas. Bahasa alay cenderung
mempalatalisasikan fonem [s], dan
merubah fonem [r] menjadi fonem [l] ataupun [y]. ini menandakan bahwa bahasa alay cenderung seperti bahasa anak
kecil atau bahasa bayi yang mengalami kesulitan dalam menyebutkan fonem [r] dan [s].
Terlihat jelas dari hasil analisis
bahasa alay bahwa bahasa alay seperti meniru bahasa anak kecil atau bahasa bayi
yang mengalami kesulitan menyebutkan fonem [r] dan fonem [s]; dan
cenderung mengurang-ngurangkan fonem. Kecenderungan-kecenderungan itu dapat
mengakibat pembicaraan jadi terdengar tidak jelas. Bagi sesama pengguna bahasa
alay mereka dapat memahami pembicaraan tersebut, tapi jika lawan bicaranya bukan
mereka yang memahami bahasa alay maka akan mengakibatkan komunikasi yang tidak
baik. Maka, dapat dilihat bahwa para remaja yang menggunakan bahasa alay
merupakan salah satu gangguan psikogenik, berbicara manja.
Para remaja atau anak alay yang
menggunakan bahasa alay dalam berkomunikasi dapat dikatakan mengalami gangguan
psikogenik (berbicara manja). Secara emosional, tahap remaja merupakan tahap
jiwa seseorang ingin dimengerti orang lain, ingin keberadaannya diakui oleh
lingkungan sekitarnya, dan ingin diperhatikan. Menggunakan bahasa alay, baik
sadar maupun tanpa disadari, merupakan salah satu wujud mencari perhatian.
Faktor penyebab para remaja
menggunakan bahasa alay adalah:
1. Faktor
internal: Faktor yang muncul dari dalam diri seseorang yang bertujuan ingin
diperhatikan, ingin dimanja.
2. Faktor
eksternal: Faktor yang muncul dari lingkungan sekitar, seperti teman, telivisi,
dll.
Baik faktor internal dan eksternal,
sebenarnya bahasa alay itu muncul karena adanya rasa ingin diperhatikan. Untuk
solusinya, sesuai dengan berjalannya waktu, seseorang menjadi dewasa, maka
dengan sendirinya gangguan psikogenik, berbicara manja dengan menggunakan
bahasa alay tersebut hilang karena seseoramg sudah dapat berpikir dengan dewasa
dan bahasa alay merupakan trend yang
sifatnya sementara, dapat hilang jika bahasa itu sudah tidak trend lagi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis bahasa alay
tidak memiliki keberaturan. Bahasa alay cenderung mempalatalisasikan fonem [s],
dan merubah fonem [r] menjadi fonem [l] ataupun [y]. ini menandakan bahwa
bahasa alay cenderung seperti bahasa anak kecil atau bahasa bayi yang mengalami
kesulitan dalam menyebutkan fonem [r] dan [s]. dengan kecenderungan tersebut
itu menunjukkan bahwa bahasa itu ingin memperlihatkan kemanjaan bagi penuturya.
Para penutur yang menggunakan bahasa alay dapat dikatakan mengalami gangguan
psikogenik khususnya berbicara manja, karena dengan menggunakan bahasa alay
seseorang itu tanpa disadari maupun sadar ingin mencari perhatian orang lain.
Faktor penyebab para remaja
menggunakan bahasa alay adalah:
1. Faktor
internal: Faktor yang muncul dari dalam diri seseorang yang bertujuan ingin
diperhatikan, ingin dimanja.
2. Faktor
eksternal: Faktor yang muncul dari lingkungan sekitar, seperti teman, telivisi,
dll.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
A.2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nida,
E.A.1963. Morphology: The Descriptive
Analysis of Words. USA: The University of Michigan Press.
Sastra,
G.2011. Neurolinguistik: Suatu Pengantar.
Bandung: Alfabeta
SoloPos.
2012. Jokowi Jadi Jokowow Masuk Kamus
Ciyus Miapah. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013. http://www.solopos.com/2012/10/28/jokowi-jadi-jokowow-masuk-kamus-ciyus-miapah-342678